Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pahami Lebih Jauh tentang Aqiqah

credit image to semiclicks on flickr.com

Bagi sebagian muslim di Indonesia bahkan dunia, ibadah aqiqah pasti tidak asing. Perhatikan saja fenomena sosial yang terjadi di kota - kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Yogyakarta, Medan, ataupun di Makassar yang kini secara umum terjadi. Di kota – kota besar tersebut telah bermunculan layanan sosial yang menjual jasa pengadaan daging aqiqah.

Benarkah Aqiqah adalah Istilah Asing bagi Muslim Indonesia?

Banyaknya layanan bagi jasa aqiqah, memang positif. Ini merupakan tanda bahwa keberagaman (religiusitas) muslim di Indonesia dalam aspek pengetahuan (kognisi) tentang ajaran agamanya, semakin berkembang. 

Tapi disisi lain, fakta ini juga memberitahukan bahwa sebelumnya, masih banyak muslim yang belum tahu akan ibadah ini. Kalau pun tahu, aqiqah hanya dianggap sebagai ibadah yang bernilai biasa saja. Benarkah demikian?
 
Keberadaan lembaga penyedia aqiqah, bukan karena semata masyarakat muslim di Indonesia asing dengan istilah itu. Lembaga itu hadir lebih kepada siasat untuk memenuhi kewajiban aqiqah di tengah ketidaktersediaan waktu yang dimiliki masyarakat. Seperti yang telah banyak diketahui bahwa mobilitas masyarakat zaman sekarang cukup tinggi.
 
Menurut jumhur (mayoritas) ulama, melaksanakan aqiqah hukumnya sunnah muakkadah (sunah yang sangat dianjurkan/utama). 

Para ulama menukil dari perkataan Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ahmad, al-Bukhari dan Ashabus Sunan, bahwa beliau menganjurkan, “Bersama anak laki-laki ada aqiqah, maka tumpahkan (penebus) darinya darah (sembelihan) dan bersihkan darinya kotoran (maksudnya cukur rambutnya).”

Apa Itu Aqiqah?

Secara lughah (bahasa), kata aqiqah berasal dari bahasa Arab yang memiliki makna 'memutus'. Adapun secara istilah, aqiqah dimaknai sebagai ibadah menyembelih hewan ternak yaitu kambing atau domba atas kelahiran seorang anak manusia (laki-laki atau perempuan).

Adapun untuk waktu pelaksanaan aqiqah, dianjurkan pada hari ketujuh setelah kelahiran. Sunnah ini mengacu pada perkataan Rasulullah, “Seorang anak tertahan hingga ia diaqiqahi, (yaitu) yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya dan diberi nama pada waktu itu.”
 
Namun, aqiqah tidak mutlak dilaksanakan pada hari ketujuh. Pandangan ini berdasarkan perkataan Aisyah ra dan Imam Ahmad bahwa aqiqah bisa disembelih pada hari ketujuh, keempat belas, atau hari kedua puluh satu. 

Lebih jauh lagi, ada juga kelompok ulama yang berkeyakinan jika orang tua sang anak belum mampu melakukan akikah pada hari-hari tersebut, maka diperbolehkan beraqiqah ketika mereka sanggup melaksanakannya (kapan saja). Tanpa harus terpatok pada bilangan hari tertentu.
 
Lalu, bagaimana kasusnya ketika seseorang yang sudah dewasa dan ketika kecil ia belum diaqiqahi oleh orang tuanya? Bilamana orang tersebut memang sudah memiliki niat untuk aqiqah, maka kerjakan saja. Tidak mengapa jika ia ‘telat’ untuk beraqiqah.
 
Pendapat ini mengacu pada pendapat Imam Ahmad, salah seorang pendiri empat mazhab besar fiqih Islam. Suatu hari ia ditanya seseorang, ”Jika ada orang yang belum diaqiqahi apakah ketika besar ia boleh mengaqiqahi dirinya sendiri?” 

Atas pertanyaan tersebut kemudian Iman Ahmad menjawab, “Menurutku, jika ia belum diaqiqahi ketika kecil, maka lebih baik melakukannya sendiri ketika dewasa. Aku tidak menganggapnya makruh.”
 
Pendapat Imam Ahmad yang tidak menganggap makruh, serupa dengan pandangan ulama besar lainnya, Imam Syafi’i. Para pengikutnya berkeyakinan ketika anak beranjak dewasa tetapi belum diaqiqahi oleh kedua orang tuanya, maka aqiqah dianjurkan untuk dilakukan oleh diri sendiri. Berapapun usianya ketika hendak beraqiqah.
 
Hikmah dari fleksibelnya waktu pelaksanaan aqiqah adalah bahwa ibadah ini tidak bermaksud memberatkan. Sebaliknya, kembali ke tujuan awal dari dianjurkannya aqiqah, yaitu untuk bersyukur kepada Allah. Dan yang namanya bersyukur akan terasa nikmat ketika dilakukan dengan rasa ringan tanpa tekanan (ikhlas).
 
Sebagian besar ulama berpendapat bahwa untuk seorang anak laki – laki maka hewan untuk aqiqah nya adalah 2 ekor kambing atau domba. Sedangkan untuk anak perempuan sebanyak 1 ekor kambing atau domba. 

Patokan untuk jumlah hewan aqiqah ini berdasarkan hadis Rasulullah, “Dari Ummi Kurz Al-Ka’biyyah, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang berdekatan umurnya dan untuk anak perempuan satu ekor kambing.” (HR. Ahmad 6/422 dan at-Tirmidzi 1516).
 
Namun seperti waktu aqiqah yang sifatnya lentur, jumlah hewan aqiqah ini juga tidak mutlak. Memang dianjurkan 2 kambing/domba untuk anak laki-laki dan 1 kambing/domba bagi anak perempuan. 

Jika ia mampu, maka lakukan. Itu lebih baik. Tapi jika tidak, 1 ekor kambing/domba untuk aqiqah anak laki-laki juga diperbolehkan dan insya Allah mendapat pahala. Itulah pendapat dari beberapa ulama yang kita ketahui.       

Aqiqah dan Qurban

credit image to Sahabat Aqiqah on flickr.com

Dua "ritual" dalam ajaran agama Islam ini memiliki kesamaan, yakni sama-sama menyembelih domba untuk kemudian dibagi-bagikan kepada masyarakat. Yang membedakan tentu saja adalah niat dan waktu pelaksanaan. 

Jika penyembelihan qurban dilakukan saat hari raya Idul Adha, maka penyembelihan kambing dalam rangka aqiqah waktunya tidak ditetapkan. Bebas, sesuai dengan kemampuan.
 
Karenanya, ada segelintir orang yang hendak menggabungkan ibadah aqiqah dan qurban. Menurut pendapat para ulama, penggabungan aqiqah dengan qurban boleh-boleh saja. 

Tapi, hanya pada penggabungan waktu saja. Aqiqah digabungkan dengan pelaksanaan qurban. Jika maksud penggabungan itu adalah menggabungkan daging sembelihan, maka jelas itu tidak boleh.
 
Daging hewan hasil aqiqah harus terpisah dengan daging hasil qurban. Qurban adalah bentuk ibadah yaitu memotong hewan qurban (kambing/domba, sapi atau unta) pada bulan Dzulhijjah (Kalender Hijriah) yaitu pada tanggal 10 (hari nahar), 11,12 dan 13 (hari tasyrik). 

Ibadah Qurban dilaksanakan waktunya bersamaan dengan Hari Raya Idul Adha. Ia menjadi ritual tahunan penyembelihan binatang ternak untuk dipersembahkan kepada Allah. Bukti totalitas pengabdian seorang hamba kepada Khaliknya.

Pesan Sosial Aqiqah

Disyariatkannya ibadah aqiqah adalah sebagai bentuk rasa syukur orang tua atas kelahiran anaknya. Aqiqah adalah sunnah Rasul yang sangat dianjurkan. 

Selain itu, pelaksanaan aqiqah juga punya dimensi sosial yaitu menumbuhkan serta mempererat rasa persaudaraan di antara sanak famili dan handai tolan. Ini bisa terlihat ketika para kerabat yang diundang tersebut, bersama-sama menikmati hidangan dari daging aqiqah. Ini sunnahnya.
 
Untuk itu, aqiqah sebagaimana ibadah qurban, tidak boleh diganti dengan uang yang senilai daging aqiqah kemudian disedekahkan kepada orang lain. 

Aqiqah maupun qurban harus berbentuk daging hewan. Daging aqiqah harus disajikan dalam keadaan matang. Sementara kebalikannya, untuk daging qurban harus dibagikan dalam kondisi mentah.
 
Tentu saja ketika mengadakan selamatan atau pesta dari daging aqiqah, bukan merupakan bagian dari pelaksanaan aqiqah itu sendiri. Ia hanya bersifat optional (pilihan). Jika mampu, boleh dilakukan tapi tidak sampai bermewah-mewah. 

Jika pun tidak mampu, tidak masalah. Karena pelaksanaan aqiqah dianggap selesai ketika hewan aqiqah telah disembelih dan dagingnya yang sudah dimasak, dibagikan-bagikan kepada orang lain (handai taulan).
 
Pelaksanaan aqiqah seperti ini, pastinya juga mengandung hikmah. Seorang muslim dianjurkan untuk memberikan yang terbaik dari miliknya ketika ia dikarunia nikmat. 

Namun, ekspresi dari rasa syukur tersebut tidak boleh berlebih-lebihan hingga jatuh ke dalam perbuatan pamer atau riya. Inilah sikap seorang muslim yang hendak dibentuk, salah satunya melalui pelaksanaan ibadah aqiqah.
 
Jadi, jika sekarang ini Anda sebentar lagi akan dikarunia anak, atau baru saja memperoleh buah hati tercinta, segera tunaikan aqiqahnya. 

Jangan ditunda jika Anda mampu, dan berusaha sekuat tenaga menyisihkan sebagian rezeki apabila saat ini belum mampu beraqiqah. Karena ibadah aqiqah tak hanya berat timbangannya di mata Allah, tapi juga sarat dengan pesan sosial. Yaitu memperkuat ukhuwah (persaudaraan) sesama muslim.

Mas Pujakusuma
Mas Pujakusuma "Visi Tanpa Eksekusi Adalah Halusinasi" - Thomas Alva Edison

Posting Komentar untuk "Pahami Lebih Jauh tentang Aqiqah"