Kapal Nuh - Antara Agama dan Sejarah Manusia
Kapal Nuh atau dikenal pula sebagai bahtera Nuh adalah sebutan yang merujuk pada kapal yang dibuat oleh Nuh, seorang nabi yang hidup sekitar tahun 3650 SM.
Sebagai salah satu rasul Allah, Nuh disebut berkali-kali baik dalam Al Qur'an, Kitab, Taurat, maupun Alkitab. Nabi Nuh digambarkan sebagai seorang yang sangat taat di antara orang-orang pada zamannya.
Oleh karenanya, Allah swt. berkenan menyelamatkan diri, keluarga, dan pengikutnya yang taat, ketika Allah menimpakan air bah untuk menenggelamkan seluruh permukaan bumi.
Tahukah Anda, bahwa saat ini kisah Kapal Nuh berada di antara iman kepercayaan beberapa agama di dunia dan wacana sejarah kebudayaan manusia? Apa yang telah terjadi?
Kapal Nuh dalam Ajaran Agama
Kita dapat menjumpai kisah tentang kapal Nuh dalam tradisi beberapa agama seperti agama Samawi, berbagai agama monoteis yang muncul dari tradisi Semit kuno, Islam, dan Kristen.
Kisah dari ketiga sumber tersebut memang sedikit berbeda satu sama lain. Namun, memiliki satu kesamaan yaitu bahwa Nuh adalah seorang yang diselamatkan karena ketaatannya pada Tuhan.
Di luar ketiga agama itu, kisah serupa konon juga ditemukan dalam mitos bangsa Sumeria serta dalam berbagai kisah dari banyak kebudayaan lain di dunia.
Nabi Nuh as merupakan anak cucu dari Nabi Adam As, dimana Nabi Nuh As lahir dalam kurun waktu 10 generasi setelah Nabi Adam As. Pada zaman Nabi Nuh, konon banyak manusia berperilaku jahat dan menyembah berhala, sehingga Tuhan bermaksud memusnahkannya.
Namun Nabi Nuh dan keturunannya serta beberapa pengikutnya dilihat Tuhan sebagai manusia yang benar dan tak tercela. Oleh karena itu, sebelum memusnahkan bumi dengan air bah, Tuhan memberi perintah kepada Nabi Nuh untuk membuat sebuah bahtera raksasa sesuai petunjukNya.
Itulah yang kemudian dikenal sebagai kapal Nuh. Ketika kapal selesai dibuat, Allah memerintahkan Nuh mengajak istri dan anak-anak serta menantunya, serta semua orang yang terpilih untuk memasuki kapal.
Tidak lupa Allah juga meminta Nuh membawa persediaan makanan. Selain itu, Allah juga memerintahkan Nuh untuk menaikkan ke dalam bahteranya, semua jenis binatang darat dan segala jenis burung, masing-masing satu pasang—jantan dan betina.
Sesudah semua memasuki kapal Nuh, Allah mengirimkan air bah dan menurunkan hujan terus-menerus tanpa henti selama 40 hari 40 malam. Lalu banjir segera menutupi bumi hingga puncak-puncak bukit tertinggi pun tidak lagi terlihat.
Akibatnya musnahlah seluruh makhluk hidup di bumi, kecuali yang tinggal bersama Nuh dalam bahteranya. Dalam Alkitab sendiri dikatakan bahwasanya setelah air bah berlangsung selama 150 hari maka air bah kemudian mulai surut, dan pada 70 hari berikutnya puncak-puncak bukit mulai terlihat.
Pada hari ke-14 sesudah hari ke-220 itu, dengan bantuan seekor merpati akhirnya diketahui bahwa air benar-benar telah surut. Sementara itu, menurut Al Qur'an, Nuh dan pengikutnya berada dalam bahtera selama kira-kira 5 atau 6 bulan.
Berbagai sumber menyebut bahwa setelah air benar-benar surut, semua yang ada dalam kapal Nuh keluar. Kemudian di bawah komando Nabi Nuh As mereka memulai kembali kehidupan yang baru yang sering disebut dengan istilah me-repopulasi bumi.
Kapal Nuh dan Sejarah Manusia
Dalam diri manusia berkembang dua aspek yang sering tidak dapat dipisahkan satu sama lain, yaitu aspek agama dan aspek keilmuan. Dalam berbagai agama, manusia mengimani Tuhan melalui segala hal yang diwahyukan dalam kitab suci agamanya.
Demikian pula kepercayaan mengenai murka Allah lewat peristiwa air bah dan penyelamatan sebagian manusia dalam kisah Nuh.
Sebagian orang menjadikan kisah Nabi Nuh as. dan bahteranya sebagai bagian dari iman tanpa mempertanyakan lebih lanjut.
Namun sebagian kelompok lain, karena didorong oleh rasa ingin tahu mereka terus mencari pembuktian apa yang tertulis dalam ajaran agama, termasuk keberadaan kapal Nuh, sebagai bagian dari sejarah kehidupan manusia di masa lampau.
Pada kenyataannya, perkembangan ilmu pengetahuan juga mendukung ‘ambisi’ dari kelompok yang ingin mencari pembuktian keberadaan kapal Nuh tersebut. Para ahli dan ilmuwan dari berbagai bidang ilmu berkolaborasi untuk melakukan eksplorasi arkeologis atas artefak kapal Nuh.
Di antara berbagai bidang ilmu terkait adalah Arkeologi, yaitu ilmu yang mempelajari kebudayaan manusia masa lalu melalui kajian sistematis benda-benda peninggalannya dan didukung beberapa bidang ilmu lain seperti Sejarah, Antropologi, Geologi, Biogeografi, dan lain-lain.
Bahkan kini ekspedisi arkeologis sudah didukung. Perkembangan teknologi juga turut berperan di dalamnya, seperti teknologi tinggi dan peralatan canggih, seperti teknologi penginderaan dan teknologi komputer dengan berbagai aplikasi perangkat lunak.
Melalui eksplorasi tentu ingin didapatkan suatu jawaban logis, seperti dahulu manusia mengetahui bagaimana kerak bumi bergerak dan pegunungan serta gunung-gunung di muka bumi terbentuk.
Penemuan artefak kapal Nuh dipercaya akan menjadi suatu temuan yang sangat penting, sebab akan menjadi mata rantai dan petunjuk mengenai peristiwa air bah yang terjadi lebih dari 4500 tahun yang silam.
Pencarian dan Penemuan Kapal Nuh
Alqur’an menyatakan bahwa Gunung Judi menjadi tempat terakhir berlabuhnya kapal Nuh, sedangkan Alkitab menyebutkan daerah Pegunungan Ararat yang merujuk pada Gunung Ararat di timur laut Turki lah yang menjadi tempat berlabuhnya kapal Nuh.
Dari sanalah kelak para ilmuwan mulai memusatkan penelitian dan penyelidikannya untuk menemukan artefak kapal Nuh.
Penyelidikan dan pencarian artefak kapal Nuh telah berlangsung sangat lama. Diduga sejak awal abad ke-18, para ilmuwan dan pakar kitab telah mulai melakukan penafsiran dan penelitian tentang tempat-tempat terakhir yang diduga sebagai tempat berlabuhnya kapal Nuh.
Namun penelitian, penyelidikan, dan ekspedisi pencarian tidak semudah yang dibayangkan, serta mengalami pasang surut dari waktu ke waktu. Berbagai catatan sejarah menyebutkan beberapa ekspedisi yang pernah dilakukan terkait upaya penemuan artefak itu.
Tahun 1980-an hingga 1990-an pernah dilakukan ekspedisi ke pegunungan Ararat dimana James Irwin yang juga seorang astronot NASA turut serta dalam misi tersebut. Namun, berbagai ekspedisi itu tidak memberikan hasil.
Awal tahun 2004, konon seorang pengusaha dari Honolulu mempelopori dilakukannya beberapa ekspedisi pencarian kapal Nuh yang dinamai “anomali Ararat”. Namun ekspedisi itu tidak juga menunjukkan titik terang.
Tahun 2006 sebuah ekspedisi melaporkan suatu penemuan situs potensial di wilayah Iran yang kemudian dikenal sebagai Situs Durupinar. Namun tidak pula berlanjut menjadi sebuah penemuan artefak kapal Nuh.
Berbagai penelitian dan pencarian terus dilakukan dan berbagai berita penemuan artefak kapal Nuh terus bermunculan dari waktu ke waktu.
Sebagian orang menganggapnya sebagai berita bohong, yang lain masih mempertanyakannya, dan sebagian orang lagi percaya begitu saja bahkan sangat antusias menanggapinya.
Salah satu yang cukup menghebohkan, adalah dirilisnya sebuah film tentang pencarian kapal Nuh, yang berjudul “In Search of Noah's Ark” pada tahun 1976.
Apa yang digambarkan dalam film tersebut telah menyebabkan sebagian masyarakat dunia mengira kalau artefak kapal Nabi Nuh tersebut benar-benar telah ditemukan. Meskipun kenyataannya ekspedisi terkait yang dilakukan hanya menemukan sebentuk batu besar.
Berita menggemparkan lain adalah ketika seorang arkeolog bernama Ron Wyatt pada tahun 1987 mengklaim suatu area di wilayah Ararat sebagai tempat keberadaan sisa-sisa kapal Nuh dan semuanya tidak terbukti.
Kemudian klaim dari kelompok komunitas Kristen di Cina (Noah's Ark Ministries International) pada tahun 2010 silam yang menyatakan bahwa artefak kapal Nuh adalah benar di Gunung Ararat, dan kebenarannya mendekati 100%.
Namun pihak lain menudingnya sebagai sebuah kebohongan. Lebih dari itu, bukti-bukti yang terkumpul pun belum cukup kuat. Masih banyak lagi berita serupa, namun sebagian besar masih simpang-siur.
Hingga kini belum satu pun penemuan yang sungguh-sungguh diakui kebenarannya. Kalaupun berita penemuan lokasi kapal Nuh sudah tepat, tentu penggalian arkeologi dan penelitian lanjutan untuk mengesahkan kebenaran artefak membutuhkan waktu yang sangat panjang.
Bayangkan saja, konon kapal Nuh berukuran panjang 500 kaki (±152 m), lebar 83 kaki (±25 m) dan tinggi 50 kaki (±15 m) dan telah tertimbun selama lebih dari 4.500 tahun.
Kisah Kapal Nuh yang merujuk peristiwa air bah pada zaman Nabi Nuh, kini berada di antara ajaran agama dan ilmu sejarah kebudayaan manusia. Bagaimana tanggapan Anda tentang misteri keberadaan kapal tersebut?
Apakah misteri itu akan menguatkan atau justru melemahkan iman Anda? Menurut pendapat saya, sebagai manusia beriman kita hanya perlu bersikap bijaksana dalam menanggapi fenomena tersebut.
Terungkap atau tidaknya legenda kapal Nuh, seyogyanya tidak mengganggu keimanan kita, terutama akan Kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Sebab sampai kapan pun Tuhan adalah misteri yang tidak dapat diselami.
Posting Komentar untuk "Kapal Nuh - Antara Agama dan Sejarah Manusia"