Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Apa yang Dimaksud dengan Rukyat dalam Aliran Asy'ariyah?

 image by AR Sugeng Riyadi on flickr.com

Apa yang dimaksud dengan rukyat dalam aliran Asy'ariyah? Untuk menguraikan pengertian ini, harus dipahami konteks pembicaraannya terlebih dahulu.
 
Berbicara rukyat umumnya akan dikaitkan pada metode dalam menentukan tanggal awal Ramadhan dan Syawal. 

Namun, dalam hal ini rukyat memiliki makna umum, tidak menyempit pada metode yang selalu dipakai oleh organisasi Islam dalam mengamati bulan. Untuk lebih jelasnya tentang rukyat dan hubungannya dengan aliran Asy'ariyah, dapat melihat penjelasan berikut ini.

Pengertian Rukyat

Rukyat selalu identik dengan kegiatan dalam memantau kehadiran bulan sabit yang muncul pertama kali atau biasa disebut hilal. 

Aktivitas ini biasanya dilakukan pada akhir bulan kalender Islam untuk menentukan tanggal pertama bulan berikutnya. Kegiatan ini biasanya menjadi perbincangan ketika menjelang bulan Ramadhan dan akhir Ramadhan untuk menentukan Idul Fitri.
 
Ada beberapa kalangan umat Islam yang memang menggunakan rukyat sebagai patokan. Namun ada juga kalangan lain yang mengacu pada metode hisab dalam menentukan tanggalan Hijriyah. 

Metode hisab merupakan metode yang menggunakan perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan. Perbedaan penggunaan metode inilah yang membuat perbedaan hari dimulainya bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
 
Rukyat dapat dilakukan dengan alat bantu seperti teleskop atau alat bantu lainnya. Namun rukyat juga bisa dilakukan dengan mata langsung atau tanpa alat bantu. Kegiatan ini biasa dilakukan saat senja, tepatnya ketika matahari hanya akan menyisakan setitik cahayanya. 

Setelah itu, tujuan dari aktivitas ini adalah untuk melihat bulan pertama kali atau tidak. Bila hilal terlihat, tanggal satu ditetapkan pada saat maghrib keesokan harinya.
 
Pengertian rukyat di atas memang terlihat spesifik. Sebenarnya rukyat punya makna umum, yakni, penglihatan atau pengamatan. Dari uraian pengertian rukyat di atas pun, dapat ditinjau sebuah kegiatan mengamati atau pengamatan.
 
Hanya memang pengertian di atas lebih terlihat khusus dan memang selalu identik dengna penanggalan hijriyah. Lalu, jika rukyat memiliki arti pengamatan atau penglihatan, apa hubungannya dengan Asy'ariyah? Pertanyaan pokoknya, apa yang dimaksud dengan rukyat dalam aliran Asy'ariyah?

Tentang Asy'ariyah

Untuk menjawab pertanyaan tentang “apa yang dimaksud dengan rukyat dalam aliran Asy'ariyah?” perlu diketahui terlebih dahulu apa itu Asy'ariyah?

Asy'ariyah merupakan paham aqidah dalam Islam. Paham akidah ini dianggap sebagai aliran tradisional dalam ilmu kalam. Paham ini dikembangkan oleh Abu Al-Hasan Ali bin Ismail Al-Asyari (873-935 M), seorang tokoh ahli hadits yang cukup ternama.
 
Abu Al-Hasan Ali bin Ismail Al-Asyari dilahirkan di daerah Basrah, daerah yang terletak 545 km dari Baghdad. Beliau lahir pada 875 M atau 260 H. Beliau awalnya adalah seorang yang menganut paham akidah Mu'tazilah, yakni paham aliran rasionalis Islam.
 
Saat menginjak usia 40, beliau memutuskan untuk tidak lagi mengikuti paham akidah Mu'tazilah. Beliau menganggap paham ini lebih banyak keburukannya. 

Adapun anggapan lain bahwa alasan Abu Al-Hasan Ali bin Ismail Al-Asy'ari meninggalkan Mu'tazilah adalah karena beliau telah bertemu dengan Rasulullah Saw sebanyak tiga kali. Pertemuan di mimpi itu, adalah pesan Sang Rasul agar Abu Al-Hasan Ali bin Ismail Al-Asy'ari meninggalkan paham Mu'tazilah
 
Setelah meninggalkan Mu'tazilah, Abu Hasan lebih banyak memusatkan perhatian pada pemikiran tentang salaf. Beliau juga menegaskan posisinya yang bertolak belakang dengan Mu'tazilah dan paham akidah lainnya yang menurut beliau menyimpang dari Al-Quran

Beliau pun lebih banyak berpegang Islam dengan berpegang pada Alquran, Sunnah Nabi, serta berbagai riwayat dari para sahabat.
 
Abu Hasan tidak sekadar keluar begitu saja dari Muktazilah. Beliau memikirkan matang-matang selama dua minggu lebih. Ketika merenung, beliau memiliki dan menganalisis kembali pemikiran Mu'tazilah. Karena analisis dan perenungan inilah akhirnya Abu Hasan memantapkan hati untuk mengevaluasi diri.
 
Ia pun mengumumkan keluar beliau di Masjid Basrah. Dengan pemikirannya yang baru, beliau mengkritik Mu'tazilah. Beliau pun memiliki banyak pengikut sehingga akhirnya terbentuk aliran atau paham akidah bernama Asyariah, yang diambil dari nama Asyariah.

Pemikiran Asy'ariyah

Asyariah pada perkembangannya membawa pemikiran-pemikiran baru. Pemikiran Asy'ariyah selain bertolak belakang dengan Mu'tazilah, paham ini pun punya pandangan lain tentang sifat Tuhan.
 
Salah satu pandangan aliran ini adalah tentang melihat Allah di akhirat nanti. Jadi, pertanyaan “apa yang dimaksud dengan rukyat dalam aliran Asy'ariyah?” berhubungan dengan pengamatan terhadap Allah di akhirat nanti.  Inilah inti dari pemikiran Asy'ariyah. 

Untuk lebih jelasnya tentang pemikiran ini, bisa disimak pada poin-poin berikut ini:

Sifat-sifat Tuhan
 
Pemikiran Asy'ariyah yang cukup terkenal adalah pandangannya tentang sifat-sifat Tuhan. Menurut Asy'ariyah, Tuhan memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan Dzat Tuhan sendiri dan tidak memiliki kemiripan dengan sifat yang ada pada makhluk ciptaannya.
 
Beliau mencontohkan bahwa Tuhan mempunyai sifat hidup, mempunyai kehendak, berilmu, berketetapan, mendengar, melihat, dan berbicara. 

Hanya memang meskipun membawa sifat tersebut, Tuhan punya caranya sendiri. Misalnya ketika Tuhan mendengar maka ia tidaklah seperti manusia mendengar orang berbicara.
 
1. Kebebasan dan Kehendak
 
Pemikiran Asy'ariyah tentang kehendak dan kebebasan adalah bahwa manusia merupakan makhluk yang mengupayakan kehendaknya sendiri. 

Dan posisi Allah, sebagai Tuhan adalah orang yang menciptakan manusia yang segala tindak-tanduk manusia diserahkan kepada mereka sendiri.
 
2. Akal dan Wahyu
 
Dalam memandang persoalan baik dan buruk, Asy’ariyah memandang segala sesuatunya berdasarkan akal dan wahyu. Menurut paham ini, segala  persoalan hidup, dapat dijelaskan dengan cara mengontradiktifkan antara akal dan wahyu.
 
3. Tentang Al-Quran
 
Pemikiran Asy'ariyah tentang Al-Quran adalah bahwa kitab suci ini tidak diciptakan. Bagi Asy'ariyah, Al-Quran adalah segala sesuatu yang melekat pada esensi Allah.
 
Pemikiran lainnya dari Asyariah adalah tentang keadilan. Bagi Asyariah, Tuhan adalah sesuatu yang mutlak dan tidak memiliki kewajiban apa pun. 

Selain itu, aliran ini juga memandang bahwa orang yang berdosa masih memiliki iman. Karena bagi Asyariah, orang yang melakukan dosa besar masih memiliki iman di hatinya. Namun hal ini akan jadi pengecualian bagi dosa orang-orang kufur.

Asy'ariyah dan Pandangan Rukyat

Pandangan Islam Asy’ariyah tentang sifat Tuhan dan sebagainya ini merupakan warna di tengah pemahaman Islam saat itu. Pandangan Asy'ariyah tentu hanyalah cara pandang dan pemahaman tentang Islam. Dan pandang ini cukup berpengaruh, terutama tentang rukyat.
 
Seperti sudah dibahas di awal, bahwa rukyat berarti memiliki makna penglihatan atau pengamatan. Dalam pandangan Al-Asy'ari, rukyat merupakan suatu pengamatan terhadap Tuhan di akhirat kelak.

Pandangan ini menjelaskan bahwa rukyat bisa terlaksana ketika Allah seperti menciptakan penglihatan baru bagi manusia di akhirat untuk melihat-Nya.
 
Dalam pandangan ini pun dijelaskan selain dengan penciptaan penglihatan, Sang Pencipta pun bisa saja membiarkan diri-Nya untuk dilihat. 

Inilah penjelasan utama tentang rukyat. Suatu pemikiran yang dapat saja terjadi di akhirat kelak. Tentu karena hal ini adalah suatu kemungkinan, bisa saja pendapat dari Asyariah ini bukanlah suatu yang bisa benar-benar terjadi nantinya.
 
Itulah penjelasan tentang rukyat dan hubungannya dengan paham Asy'ariyah. Semoga penjelasan ini bisa membantu dalam menjawab pertanyaan tentang apa yang dimaksud dengan rukyat dalam aliran Asy'ariyah.

Mas Pujakusuma
Mas Pujakusuma "Visi Tanpa Eksekusi Adalah Halusinasi" - Thomas Alva Edison

Posting Komentar untuk "Apa yang Dimaksud dengan Rukyat dalam Aliran Asy'ariyah?"